PT Kimia Farma merupakan salah satu
dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di Indonesia. Pada audit
tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM).
Namun,
Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru,
keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa
overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa
overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana yang
dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor
untuk menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan
penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3
Februari2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31
Desember 2001.
Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada
unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil
dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang
mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang
berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut
juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.Sebagai
akibat dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500
juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM
yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang
dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi
risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT
Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
ANALISIS :
Seharusnya
sebelum diterbitkan laporan keuangan hendaknya di periksa terlebih dahulu dan
di audit agar dapat terlihat dan terdeteksi kesalahan atau kecurangan dalam
biaya dan persediaan yang dinilai tidak wajar, jika hal ini terjadi terus
menerus maka perusahaan akan dinilai negatif oleh para investor yang akan
menanamkan saham di PT Kimia Farma. Ada kemungkinan Laporan Keuangan tersebut
sengaja dimanipulasi untuk menarik calon investor agar menanamkan sahamnya di
perusahaan tersebut.
SUMBER
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar